Apalah arti sebuah ijazah

WISUDA 
by Septi Peni Wulandani

Hari ini adalah hari wisuda Ara yang sudah berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan bea siswa dari Royal Holloway, University of London.

Kami selama ini selalu memberikan " kebebasan memilih" ke anak-anak sejak mereka kecil. Mulai dari makan A,Makan B atau tidak makan. Saat memasuki usia sekolah, mau Sekolah A, sekolah B atau Tidak sekolah, bahkan sampai usai kuliah mereka masih memilih mau ikut upacara wisuda atau tidak.

Saat Enes Kusuma menyelesaikan kuliahnya di University College Dublin 2 tahun yang lalu, dia memilih untuk TIDAK ikut upacara wisuda dan TIDAK ambil ijazah dengan satu alasan :

"Bukan itu yang kucari, aku sudah mendapatkan jejaring dan pengalaman, maka biarkan aku tetap semangat belajar tanpa embel-embel apapun"

Kami orangtuanya bisa menerima, tapi tidak untuk kakek neneknya, maka 1 tahun setelah acara wisuda enes yang terlewat, Ara mengambilkan ijazah kakaknya untuk diserahkan ke kakek neneknya.

Hari ini, Ara memilih untuk wisuda dengan satu alasan

"Bukan wisudanya yang utama bu, tetapi aku perlu meeting dengan beberapa orang disana, yang pas semua ketemu menjelang acara wisuda tersebut"

Kebiasaan kami menjalankan "project keluarga " di rumah mulai dari hal-hal kecil, misal "membuat perputakaan rumah", "membersihkan gudang" sampai dengan "moo's project" (ara), "sobike" ( elan) dan "SEMI" ( enes), maka kamipun sepakat bahwa acara-acara penting dalam hidup mereka seperti wisuda, menikah dll kami serahkan ke masing-masing anak untuk menjadi pimpronya dan dikemas dalam project keluarga.

Project "Wisuda Ara" kali ini diketuai oleh Ara Sendiri, dia membagi tugas, Elan Jm bertugas untuk mendokumentasikan moment ini, sehingga beberapa hari menjelang wisuda dia harus mencari kamera tele segede gaban (alhamdulillah dapat pinjaman dari mas Aris, terima kasih mas), kemudian Ara meminta Elan Jm untuk mempelajarinya secara detail terlebih dahulu.

Enes Kusuma bertugas di urusan tata rias, karena hal ini menjadi satu kelemahan ara, tetapi menjadi sisi kekuatan enes. Enes pun siap sedia meski kakinya babak belur habis jatuh dari sepeda motor, bahkan mbak enes via Busana Eneskanya berinisitaif untuk membuatkan kostum wisuda special untuk adiknya.

Bagaimana dengan kami? Ara meminta kami berdua stand by memantau di rumah saja, istirahat dan berdoa (karena kebetulan di hari mereka berangkat, di saat itu juga kami baru pulang dari Ambon, jadi hanya sempet cipika cipiki di WA)

"Bapak Ibu istirahat saja di rumah, berdoa dan  tega melihat kami bertiga menyelesaikan segala kesulitan dan tantangan kami tanpa campur tangan Bapak dan Ibu" Kata Ara menenangkan kami.

"Mbak Ara, nggak papa, nggak ada Bapak Ibu saat wisuda, bapak ibu nggak capek kok? "Bujuk saya setengah merayu karena sebenarnya pengin ikut hihihihi.

"Nggak papa,ini hal biasa bukan luar biasa, toh buat kita puncak belajar kan bukan wisuda" jawab Ara menenangkan saya kembali.

Kamipun memantau pergerakan anak-anak via WA, dan saat ada kabar bahwa mereka akan menyewakan kursi roda agar kakaknya, enes, mudah mobilitasnya karena kakinya masih sakit.Saat mereka heboh packing-packing semua barangnya ara selama kuliah untuk diboyong ke Indonesia. Sayapun menangis, tak tahan untuk ingin segera terbang dan membantu anak-anak.

Sepulang dari Ambon, saya minta ijin mas Dodik Mariyanto

"Mas, aku beli tiket malam ini ya, untuk membantu anak-anak" rayu saya lagi.

"Silakan, mumpung kamu masih hidup, masih ada kesempatan untuk "menghentikan sistem" yang sedang dibangun anak-anak, mereka sedang belajar menghadapi kesulitannya sendiri sekarang di negeri orang, kalau kamu datang berarti kamu merusaknya", kata mas dodik dengan lugas.

Sayapun membatalkan niat saya, dan belajar menjadi ibu yang tega

Selamat untuk mbak Ara, mbak Enes, dan mas Elan.

Selamat mengasah Adversity Quotient (AQ) mu, doa ibu dari jauh.

note : AQ=Kecerdasan mengatasi kesulitan, kecerdasan mengubah masalah menjadi berkah

#day56
#onedayonepostfor99days
------------------------------------------

Sayapun sedang belajar menjadi ibu yang bijaksana untuk anak-anak saya.

Ketika abang memilih untuk pindah sekolah, dan masuk pesantren. Saya pun berusaha untuk mewujudkannya.
Tahun-tahun yang lalu abang Daffa bermimpi untuk kuliah di Mesir, entah kenapa belakangan ini keinginannya seperti terkubur bersama mimpinya. Adakah yang salah dengan diriku? Yang kurang memberi fasilitas dalam menuntut ilmu untuk Daffa? Ataukah selama ini lingkungan dimana tempat dia belajar tidak memberikan motivasi untuk santrinya agar berani mengambil keputusan dan menjalani hidup dengan kekuatan iman.
Padahal kami sebagai orangtuanya sangat yakin bahwa anak yang merantau akan lebih kuat menghadapi tantangan besar dalam hidupnya.
Karena semua ini hanyalah sementara.
Dan ada ALLAH disana yang selalu siap mengucurkan limpahan berkah dikerajaanNya. Yang kami tak akan mampu menghitung srgala nikmat yang telah diberikanNya.

Dunia hanya sementara.
Akhirat Selamanya.

Terus bermimpi nak.. raih kembali semangat Keimanan dan ketakwaanmu. Merantau untuk berada dijalan Allah, membela Agama Allah dan menjadikan Al Qur'an sebagai modal hidupmu.

Jangan pernah takut dan menyerah.
Innalaha ma ana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misi Pernikahan atau Misi Keluarga (Part 1) by Ust. Harry Santosa

Materi ke 10 Matrikulasi IIP batch#1

Saudara & Persaudaraan