Mengamati kembali gaya belajar anak-anakku
Kamis lalu kami datang kepesantren anak-anak kami untuk menjemputnya pulang. Karena permintaan si kakak Dyfana dan dede Dyzi untuk memeriksakan giginya ke dokter gigi yang sudah lama tidak pernah bisa terlaksana karena jadwal pesantren yang padat. Dengan agak berat ustadzahnyapun mengijinkan anak-anak untuk pulang kerumah. Setelah saya memperlihatkan struktur gigi Dyzi yang sudah berantakan. Gigi susunya masih ada tapi gigi tetapnya sudah mulai tumbuh dibelakangnya. Saya pernah diskusi mengenai hal ini dengan Dyzi. Tapi rupanya dia masih belum berani mencabut giginya jika hanya ditemani ustadzahnya. Makanya saya bermaksud mengajaknya pulang beberapa hari agar urusan gigi yang sering jadi kepikiran segera selesai. Yah begitulah kisah klasik kami menitipkan anak-anak dididik di pesantren. Ketika kami bertemu dengan kakak Dyfana si anak tengah, dia langsung menghampiri dan memeluk kami. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya yang putih bersinar. Dan kakak memulai bicaranya dengan per